1. Mengenal Tebuireng.

Pesantren Tebuireng didirikan oleh Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari pada tahun 1989 M di dusun Tebuireng Desa Cukir Kecamatan Diwek Jombang. Letaknya 8 KM di selatan kota Jombang, tepat berada di tepi jalan jurusan Jombang-Kediri. Menurut cerita masyarakat setempat nama tebuireng berasal dari “kebo ireng” (kerbau hitam). Konon, ketika itu ada seorang penduduk yang memiliki kerbau berkulit kuning. Suatu hari kerbau itu menghilang. Setelah ditemukan dalam keadaan hampir mati karena terperosok di rawa-rawa yang banyak dihuni lintah. Sekujur tubuhnya penuh lintah, sehingga kerbau kuning berubah menjadi hitam. Peristiwa mengejutkan ini menyebabkan pemilik kerbau berteriak “kebo ireng….! Kebo ireng….! “ sejak itulah dusun tempat ditemukannya kerbau itu dikenal dengan nama “kebo ireng”.

Namun pada perkembangan selanjutnya, ketika dusun itu mulai ramai, nama “kebo ireng” berubah menjadi “Tebuireng” tidak diketahui secara pasti apakah itu ada kaitannya dengan munculnya pabrik gula di selatan dusun itu yang mendorong masyarakat untuk menanam tebu sebagai bahan baku gula, yang mungkin tebu yang ditanam berwarna hitam, maka pada akhirnya dusun tersebut berubah menjadi “ Tebuireng” .

Dusun Tebuireng dulu dikenal sebagai sarang perjudian, perampokan, pencurian dan pelacuran. Awal mula KH. Hasyim Asy’ari mendirikan pesantren dipusatkan di sebuah bangunan kecil yang terdiri dari dua buah ruangan kecil dari anyaman bambu (gedek), bekas sebuah warung pelacuran yang luasnya 6×8 M, yang beliau beli dari seorang dalang terkenal. Meski awal berdirinya penuh dengan terror akhirnya dengan penuh kegigihan beliau Pesantren Tebuireng masih bisa berdiri sampai sekarang dan terus berkembang serta menjadi salah satu pesantren terbesar di Indonesia.

Setelah dalam masa kepengasuhan KH. Salahuddin Wahid (Pengasuh Pesantren Tebureng ke-7) Pesantren Tebuireng semakin berkembang pesat dan sudah membuka cabang di luar jawa. Pembukaan cabang Tebuireng di luar jawa semata-mata tidak hanya dibina oleh yayasan Hasyim Asy’ari tapi juga menggandeng masyarakat setempat. Misalnya di Tebuireng 3 menggandeng yayasan Hajarunnajah dan di Tebuireng 4 bekerjasama dengan Yayasan Al-Ishlah Kuala Gading.

  1. Sejarah Berdirinya Pondok Pesantren Tebuireng 4.

Pesantren Tebuireng 4 Al-Ishlah mempuyai sejarah tersendiri dari pada cabang-cabang yang lainnya. Setelah berdiri Pondok Pesantren Tebuireng 3 Hajarun Najah yang terletak di Desa Petalongan Kec Keritang Indagiri Hilir Riau pada tahun 2013. Kini selang satu tahun yakni pada tahun 2014 juga telah berdiri Pondok Pesantren Tebuireng 4 Al-Ishlah yang terletak di Desa Kuala Gading Kec Batang Cenaku Indragiri Hulu Riau. Yang diasuh oleh KH. MAs’ud Hasan Bisri. Sehingga pesantren Tebuireng 4 ini merupakan lembaga pendidikan kerjasama antara 2 yayasan yaitu “Yayasan Hasyim Asy’ari dan Yayasan Al-Ishlah Kuala Gading”.

Embrio kelahiran Pondok Pesantren Tebureng 4 Al-Ishlah ini juga tak lepas dari sejarah Pesantren Tebuireng 3. Awalnya saat acara peresmian di Pesantren Tebuireng 3 ada seorang Kiai yang juga menginginkan menjadi cabang Tebuireng, namun keinginan itu tak begitu direspon oleh Pengasuh Tebuireng 3 KH. Mas’ud Hasan Bisri. Karena menurut beliau keinginannya tidak begitu serius. Disamping itu juga banyak sekali yayasan atau desa yang mengiginkan menjadi tempat cabang Tebuireng yang ke-4. Dan hingga akhirnya Desa Kuala Gading yang bisa menjadikan cabang Tebuireng ke-4.

Keberadaan cabang Tebuireng ke-4 di Desa Kuala Gading ini bermula dari cita-cita H. Sobirin yang pada waktu itu menjadi salah satu pemuka agama di Desa Kuala Gading. Beliau menginginkan membuat pesantren, namun beliau berfikiran tidak mungkin karena mengingat umurnya yang sudah tua dan anak-anaknya yang masih kecil dan semuanya tidak ada yang laki-laki.  Toh kalau mempunyai pesantren sendiri tidak ada generasi penerusnya.

Namun cita-cita beliau itu terdengar oleh Ust. Arwani yakni salah satu guru ngaji di Desa Kuala Gading. Setelah mendengar cita-cita H. Sobirin sedemikian itu, akhirnya Ust. Arwani mengutarakan cita-cita H. Sobirin kepada sepupunya di Tembilahan yaitu Ust. Subhan. Karena pada saat itu Ust. Subhan adalah salah satu orang yang dekat dengan pengasuh Tebuireng 3 KH. Mas’ud Hasan Bisri. Sehingga nantinya Kiai Mas’ud bisa menyampaikan ke Jombang.

Setelah Kiai Masud dan Ust. Subhan mendengar kabar tersebut keduanya tak lupa mensurvei lokasi yang akan dijadikan pondok pesantren, lantas setelah melihat lokasi yang luas dan cocok akhirnya disepakati bahwa Desa Kuala Gading akan menjadi calon lokasi cabang Tebuireng yang ke-4. Disamping itu kepala desa kuala gading juga menyetujui kalau desanya didirikan pesantren bahkan pihak desa  memberikan lahan desa seluas 2 hektar untuk lahan pembangunan pondok pesantren.

Melihat komitmet masyarakat dan pemerintahan desa Kuala Gading untuk mendirikan pesantren akhirnya Tebuireng pusat menyetujuinya yang sebelumnya telah disurve oleh Rektor Ma’had Aly Hasyim Asy’ari H. Nur Hannan, L.c serta Pengurus yayasan hasyim Asy’ari Gus Toha. Bahkan KH. Salahuddin Wahid juga ikut mensurve lokasi pada tanggal 6 Mei 2014. Dan ternyata dalam kunjungan Gus Solah kali ini sangat disambut baik oleh masyarakat maupun pemerintahan. Sebagai bukti Bupati Indaragiri Hulu H. Yopi Arianto, SE beserta jajaran staf pemerintahan Indragiri Hulu menyambut baik kedatangan Gus Sholah dan sangat berharap nantinya Desa Kuala Gading menjadi kota santri.

Dengan adanya proses yang panjang tersebut akhirnya mencapai kata kesepakatan antara yayasan hasyim asy’ari Jombang dengan Desa Kuala Gading untuk membangun cabang tebuireng ke-4 di Kuala Gading. Dan untuk mempercepat pembangunan agar di tahun 2014 sudah bisa membuka pendaftaran santri baru akhirnya Kepala Desa Kuala Gading Bpk. Wahyu Diantoro membuat program berhenti merokok satu hari dalam satu bulan yang dimana uang rokok nantinya bisa digunakan untuk membangun pesantren. Setelah program itu disosialisasikan akhirnya masyarakat menyetujuinya dan mencapai kesepakatan masyarakat untuk berhenti merokok 1 hari dalam satu bulan selama 4 tahun, sehingga harga 1 bungkus rokok Rp 13.000,-  dikali jumlah KK di Desa Kuala Gading terkumpul uang Rp. 300.000.000,-.

Melihat dana yang masih kurang, karena pada waktu itu lahan masih berupa kebun sawit dan masih berupa bukit sehingga masih banyak biaya untuk membangun pondok pesantren. Maka pemerintah Kabupaten Indragiri Hulu juga ikut memberikan suntikan dana agar pembangunan Pondok Pesantren Tebuireng 4 ini cepat selesai dan bisa ditempati santri.

Setelah pendaftaran dibuka, tercatat ada 45 santri yang terdiri dari 20santri putri dan 25 santri putra. Informasi pendaftaran hanya dilakukan dari mulut-ke mulut saja sehingga rata-rata santri hanya dari Desa Kuala Gading dan rumahnya tidak jauh dari Pondok Pesantren dan hanya 1 santri yang terjauh yaitu dari Medan. Namun meski rumah mereka dekat semuanya diwajibkan mukim di asrama dan tidak diperbolehkan.

Santri masuk pertama kali pada tanggal 22 Juni 2014 dan saat itu hanya ditangani oleh Ust. Subhan yang sudah datang sebelumnya, sedangkan tenaga pengajar dari Tebuireng pusat datang pada tanggal 24 Juni 2014. Meski kegiatan belajar mengajar sudah dimulai keberadaan pondok pesantren tebuireng 4 belum diresmikan secara resmi. Dan akhirnya diresmikan secara resmi oleh KH.Salahuddin Wahid pada hari Rabu, 20 Agustus 2014. Dalam peresmian juga turut hadir Bupati Indragiri Hulu yang dalam sambutannya berharap 10 tahun kedepan Desa Kuala Gading dihuni ribuan santri dan bisa menjadi kota santri.